Untuk membela seorang Muslimah, Khalifah Al Mu’tashim Billah mengirim pasukannya memerangi Romawi.
Mengerikan. Sebuah penelitian menggam-barkan bahwa di Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya terdapat 50 persen remaja usia 15-24 tahun mengaku pernah berhubungan seksual sejak usia 13-18 tahun (Synovate, 2005). Karenanya tidak mengherankan bila 60 persen aborsi ternyata dilakukan oleh remaja (Asosiasi Seksologi Indonesia, 2005). Pada 2008, Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengadakan penelitian di 12 kota besar di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa 97 persen remaja tersebut mengaku pernah menonton film porno. Sebesar 93,7 persen mengaku pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks. Sementara itu, 62,7 persen remaja usia 13-18 tahun mengaku pernah berhubungan seksual alias berzina. Bukan hanya di kalangan remaja, perselingkuhan pun telah menjadi pemandangan biasa.
Penghancuran kepribadian Islam ini terus menggila. Mula-mula, hukum-hukum Islam yang terkait dengan kehormatan kaum Muslim disimpangkan. Misal, jilbab dianggap budaya Arab, bukan tuntutan syariat. Lalu Muslimah yang berkerudung dan berjilbab dianggap kuno dan kolot. Setelah itu, kebebasan berbusana yang memamerkan aurat dianggap modern dan maju. Selanjutnya digulirkanlah ide kebebasan berekspresi. Seks bebas dan pergaulan bebas adalah salah satu hasilnya.
Hal itu sebenarnya wajar belaka karena penghancuran kehormatan kaum Muslim dilakukan secara masif. Misalnya, melalui penyebaran buku-buku, majalah-majalah, dan film-film porno maupun yang "setengah" porno. Singkatnya, masyarakat secara vulgar diberikan pemandangan dan tuntunan yang merusak. Begitu juga, kita menyaksikan banyak public figure secara tidak langsung mengajak masyarakat untuk berbuat dosa. Mereka berpakaian dan berperilaku tidak islami bukan hanya di sinetron atau di film, namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya, masyarakat kita tidak hanya disuguhi pornografi, tetapi juga pornoaksi; bukan hanya di panggung-panggung hiburan dan TV, tetapi juga di mal-mal, di pasar-pasar, bahkan di kampus-kampus. Semua ini berpangkal dari ide kebebasan dan hak asasi manusia (HAM). Pemerintah telah mengadopsi demokrasi dan HAM sebagai mainstream (arus utama) dalam menata negeri ini. Sebagaimana diketahui, yang menjadi alasan utama para penggagas dan pelaku penyimpangan sosial serta pelanggaran kehormatan di atas adalah demokrasi dan HAM. Dari sinilah bisa dimengerti mengapa pemerintah tidak bisa melarang bahkan menghapus praktik-praktik sesat di atas. Sampai-sampai untuk sekedar membuat UU yang menghapus pornografi-pornoaksi saja tidak mampu.
Masyarakat Modern yang Beradab
Dengan alasan modern, pornoaksi dan pornografi dianggap legal. Berbeda dengan kapitalisme, Islam tidak serta merta menerima modernitas. Segala bentuk modernisasi yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram ditolak oleh Islam. Sebab, masyarakat yang dibentuk Islam bukanlah sekadar modern melainkan masyarakat modern yang beradab. Itulah sebabnya, segala bentuk perilaku hewani yang mengatasnamakan modernisasi tidak mendapat tempat dalam syariat Islam.
Beberapa langkah perlu ditempuh untuk melindungi kehormatan warga negara. Di antaranya berupa pencegahan (preventif). Caranya dengan menanamkan keyakinan dan pemahaman. Pertama, menanamkan pemahaman dan keyakinan pada masyarakat bahwa laki-laki dan perempuan bukanlah barang dagangan. Keduanya memiliki kehormatan yang wajib dijaga dan dipelihara. Bahkan, ada kaidah syara yang menegaskan ”al-mar`atu 'irdhun yajibu an yushan”, perempuan itu merupakan kehormatan yang wajib dijaga.
Kedua, menanamkan qana'at bahwa keyakinan dan pemahaman hidup (hadharah) non-Islam tidak boleh diambil dan ditiru. Kebiasaan orang Barat senang memperlihatkan sebagian tubuhnya, memakai pakaian mini, mendudukkan keindahan tubuh sebagai seni, merupakan bagian dari hadharah Barat. Majalah dan VCD porno, misalnya, merupakan produk teknologi yang dipengaruhi oleh hadharah sekuler sehingga tidak boleh ditiru.
Selain penanaman keyakinan dan pemahaman, tindakan pencegahan dilakukan dengan menetapkan peraturan perundang-undangan. Pertama, melarang setiap warga negara mempertontonkan aurat (TQS. An-Nur[24]:31 dan Al-Ahzab[33]:59) dan tuduhan zina terhadap orang baik-baik serta mengancamnya dengan hukuman yang sangat keras (TQS an-Nur[24]:23). Kedua, melarang setiap warga, laki-laki maupun perempuan, melakukan aktivitas apapun yang dapat membahayakan akhlak atau kerusakan dalam masyarakat. Rafi' bin Rifa'ah meriwayatkan, ”Rasulullah SAW melarang kami mempekerjakan perempuan kecuali apa yang dikerjakan tangannya”. Artinya, tidak boleh perempuan dipekerjakan untuk dieksploitasi daya tarik keperempuanannya. Ketiga, semua orang dilarang melakukan berbagai tindak pornoaksi dan pornografi karena hal tersebut membahayakan akhlak dan merusak masyarakat. Khilafah akan melindungi warganya dengan melarang tarian telanjang atau setengah telanjang, model bugil, tempat hiburan yang menyajikan pornoaksi, terbitan majalah/koran/tabloid/medi
Di samping tindakan pencegahan, perlindungan kehormatan warga negara pun dilakukan melalui Qadhi Hisbah. Pengadilan Qadhi Hisbah merupakan pengadilan yang berkeliling di pasar-pasar, pertokoan, mal, bioskop, dan berbagai tempat umum untuk melindungi masyarakat dari berbagai hal yang dapat merusak mereka. Salah satunya adalah pornoaksi-pornografi. Dalam menjalankan tugasnya Qadhi Hisbah dibarengi oleh polisi (syurthah). Ketika ada kasus pornoaksi atau pornografi, pengadilan ini langsung mengadili di tempat. Namun, bila terkait dengan pihak lain seperti pemimpin penerbitan, sutradara, model, dll yang tidak berada di lapangan, proses pengadilan dilakukan di ruang pengadilan biasa. Hukuman yang dijatuhkan berbentuk ta'zir. Yaitu, pengadilan dapat menetapkan besarnya hukuman dengan mengambil salah satu bentuk hukuman yang ada di dalam Islam, mulai dari denda hingga hukuman mati. Sementara itu, pelaku zina dihukumi dengan dera bila pelaku masih bujangan dan rajam untuk pelaku yang pernah menikah (HR Bukhari dan Muslim).
Islam tidak main-main dalam melindungi kehormatan warganya. Perlindungan terhadap kehormatan bahkan dilakukan dengan jihad. Hubungan luar negeri pun dilakukan dengan tetap memelihara akhlak rakyatnya. Bila ada negara lain yang berupaya menyebarkan pornoaksi dan pornografi di negeri Muslim, berarti langsung atau tidak langsung negara tersebut hendak merusak generasi. Ini dipandang sebagai sebuah permakluman permusuhan. Begitu juga, bila terjadi pelecehan seksual ataupun pemerkosaan terhadap para pekerja di luar negeri. Menyikapi hal ini, boleh jadi Khilafah memutuskan hubungan diplomatik atau bahkan mengumumkan perang. Khalifah al-Mu'tashim Billah pernah mengirimkan pasukan menyerbu tentara Romawi hanya karena mereka menodai jilbab seorang perempuan. Bila ini yang dilakukan maka kehormatan warga negara benar-benar terpelihara.[]