Jumat, 28 Februari 2014

Beasiswa Bidikmisi Program yang Tidak Manusiawi

Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I
(Kandidat Doktor Pendidikan Islam, DPP MHTI dan Lajnah Mashlahiyah MHTI)


Bidikmisi (Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin) adalah program bantuan biaya pendidikan yang diberikan Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun 2010 kepada mahasiswa yang memiliki potensi akademik memadai, tetapi miskin.[1]


Syarat-syarat yang berkaitan dengan tingkat kemiskinan yang bisa mendapatkan beasiswa Bidikmisi antara lain: Pertama, Surat keterangan miskin dari desa/kelurahan setempat, dalam hal tidak memiliki akses terhadap desa/kelurahan bisa diganti dengan surat keterangan dari RT/RW/tokoh masyarakat. Kedua, Surat keterangan gaji (khusus pegawai negeri/swasta) atau surat pernyataan dari orang tua (khusus pegawai informal/wiraswasta) yang mencantumkan rata rata pendapatan selama 6 bulan terakhir dari ayah dan ibu. Ketiga, Fotocopi tagihan listrik, tagihan air, tagihan internet, bukti pembayaran PBB bila ada untuk 3 bulan terakhir. Dalam hal listrik, air dan internet dipakai bersama agar ditambahkan surat keterangan estimasi pengeluaran bulanan.[2]

Syarat miskin pada mahasiswa penerima bidikmisi merupakan syarat yang tidak bisa ditawar. Hal ini ditegaskan oleh Pembantu Rektor 1 Universitas Negeri Malang (UM), Prof Dr Hendyat Soetopo bahwa sesuai aturan nasional, penerima beasiswa ini diutamakan adalah mahasiswa yang berprestasi akademik dan berasal dari keluarga tidak mampu. Sementara gaji orang tua yang dianggap miskin sebesar Rp 600 ribu per bulan. Selain itu, rekening air dan PBB akan menjadi patokan penentuan penerima beasiswa bidikmisi ini. [3] 

Kalau dicermati syarat untuk mendapatkan bidikmisi ini tidak manusiawi karena tidak sekedar miskin, akan tetapi amat sangat miskin sekali. Lebih dari itu bisa dibayangkan bagaimana susahnya sebuah keluarga bisa hidup dengan uang sebesar Rp 600 ribu perbulan, sekalipun keluarga kecil (ayah, ibu dan dua anak) .Bagi mahasiswa yang lolos persyaratan, maka akan mendapat biaya yang didapat dari Bidikmisi, meliputi biaya hidup perbulan Rp 600.000,- dan biaya pendidikan maksimal Rp 2.400.000,- per semester bagi yang kuliah di PTN.[4] 

Ini juga biaya yang tidak manusiawi. Kalau kita perhatikan uang sebesar Rp 600.000,- tidak cukup untuk biaya hidup selama sebulan. Bahkan uang sebesar itu hanya cukup sewa kamar (kost-kost an) selama 2 bulan. Terlebih biaya pendidikan sebesar itu juga tidak akan mencukupi. Hal ini membuat mahasiswa miskin semakin sengsara. Sebagai contoh salah satu mahasiswa PTN di sebuah kota di Indonesia yang mendapat beasiswa Bidikmisi. Karena beasiswa tersebut tidak bisa memenuhi kebutuhannya, maka terpaksa dia tidak hanya memeras otak untuk belajar, tapi harus memeras otak juga agar biaya pendidikan dan biaya hidup tertutupi. Karenanya dia masih harus mencari uang tambahan, bahkan sampai ikut kerja di sebuah tokoh yang menjual air kemasan dalam galon. Demikian berat kerjanya, sehingga dia divonis dokter mengidap penyakit gejala ginjal.[5]

Pendidikan Negara Khilafah Gratis dan Bermutu
Negara Khilafah adalah Penyelenggara pendidikan bagi kaum muslimin, karena menuntut ilmu merupakan kewajiban kaum muslimin. Khalifah diangkat oleh kaum muslimin sebagai kepala Negara, dengan cara dibaiat untuk menyelenggarakan Negara berdasarkan Al Qur’an dan Hadis.[6]


Adapun dalil-dalil yang berkaitan dengan kewajiban menuntut ilmu antara lain: Firman Alloh SWT. surat Al Mujadalah[58]; 11:
{ يَرْفَعِ الله الذين آمَنُواْ مِنكُمْ } في السر والعلانية في الدرجات { والذين أُوتُواْ العلم } أعطوا العلم مع الإيمان { دَرَجَاتٍ } فضائل في الجنة فوق درجات الذين أوتوا الإيمان بغير علم ، إذ المؤمن العالم أفضل من المؤمن الذي ليس بعالم

(Niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antaramu) dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan (dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan) diberi ilmu bersamaan dengan iman (beberapa derajat) kelebihan-kelebihan di surga diatas derajat orang-orang yang diberi iman tanpa diberi ilmu, karena seorang mukmin yang mempunyai ilmu lebih utama dari orang-orang yang tidak mempunyai ilmu” [7]


Disamping ayat-ayat yang mendorong kuat agar kaum muslimin mempelajari ilmu secara umum, terdapat pula ayat-ayat yang mendorong kaum muslimin menguasai sains dan teknologi. Islam merupakan agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk aspek peradaban dan kemajuan masyararat Islam. Kemajuan peradaban merupakan produk dari sains dan teknologi. Islam sangat mendorong kemajuan sains dan teknologi.Bahkan merupakan kewajiban bagi kaum muslimin untuk mempelajari dan mengembangkannya.[8]


Firman Allah surat Hud[11] ayat 37:
وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلا تُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُمْ مُغْرَقُونَ

” Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan”(QS. Hud[11];37).

Negara Khilafah wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia didalam mengarungi kanca kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan: Jenjang pendidikan dasar (Ibtidaiyah) dan jenjang pendidikan menengah (Tsanawiyah). Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara gratis. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara cuma-cuma /gratis, dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin.[9]


Negara Khilafah menyediakan perpustakaan, Laboratorium dan sarana ilmu pengetahuan lainnya yang representatif, selain gedung-gedung sekolah, kampus-kampus untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutikan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti fikih, ushul fikih, dan tafsir termasuk bidang pemikiran, kedokteran, teknik, kimia serta penemuan, inovasi dan lain-lani sehingga ditengah-tengah umat lahirsekelompok mujtahid, saintis, tehnokrat yang sampai pada derajat penemu dan inovator[10].

Negara Khilafah wajib menyediakan pendidikan bebas biaya dan menyediakan fasilitas pendidikan.hal ini berdasarkan apa yang dilakukan Rasulullah dan ijma’ ulama’ yang memberi gaji kepada para pengajar dari Baitul Maal. (a). Rasulullah telah menentukan tebusan tawanan perang Badar berupa keharusan mengajar sepuluh kaum muslimin . (b). Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari sadaqoh ad Dimasyqi, dari Wadl-iah bin Atha bahwa ada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji lima belas dinar(kurang lebih 63.75 gram emas) setiap bulan.[11] 

Jika harga Emas 1 gram Rp 500.000, maka gaji guru pada waktu itu Rp 31.875.000,- . Bayangkan betapa sejahteranya guru dengan Rp 31.875.000, sementara biaya hidup murah, karena negara Khilafah memberikan pelayanan keamanan, pendidikan dan kesehatan dengan pelayanan yang bermutu dan gratis. Sementara kebutuhan pokok yang lain sandang, pangan dan papan bisa diperoleh dengan harga murah.Inilah bukti bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab negara. Disamping itu Negaralah yang mempunyai kewajiban memelihara, mengatur dan melindungi urusan rakyat. Sabda Rasulullah Saw

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Ubaidillah berkata telah menceritakan kepada kami Nafi’ dari Abdillah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda Setiap kalian adalah penanggung jawab, maka akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Maka Pemimpin atas manusia adalah penanggung jawab maka akan dimintai pertanggung jawaban mengenai mereka. Laki-laki adalah penanggung jawab keluarganya, maka akan dimintai pertanggung jawaban mengenai mereka. Wanita adalah penanggung jawab rumah suaminya dan anak-anaknya, maka akan dimintai pertanggung jawaban mengenai mereka. Hamba sahaya adalah penanggung jawab atas harta tuannya, maka akan dimintai pertanggung jawaban atasnya,. Ingatlah kalian semua adalah penanggung jawab maka akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. (HR. Bukhari)[12].


Pendidikan bebas biaya bahkan diberi bea siswa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama kuliah. Pada masa Khalifah Al Ma’mun para pelajar mendapat bea siswaberupa : asrama, makan minum, kertas, pena dan lampu serta uang satu dinar perbulan. Jika harga Emas 1 gram Rp 500.000, maka para mahasiswa mendapatkan uang saku sebanyak Rp 2,250.000,-. Ini hanya uang jajannya saja karena seluruh kebutuhan baik untuk pendidikan maupun kebutuhan sehari-hari sudah dipenuhi. Para dosen dan profesor digaji oleh negara. Mereka mudah didapati, tidak hanya di kampus. Akan tetapi di setiap sudut masjid disediakan Kursi kehormatan bagi Profesor ahli hadits, ahli tafsir, ahli fiqih dsb. Sehingga setiap orang yang singgah di Masjid bisa menimba ilmu kepada para ulama’ tersebut. Perpustakaan yang lengkap dan nyaman, bahkan bagi pengunjung perpustakaan disediakan makanan dan minuman gratis. Perpustakaan di Madrasah al Fadliliyah terdapat koleksi buku yang lengkap. Jumlah bukunya mencapai 100.000. Padahal pada masa itu belum ada percetakan. Perpustakaan itu mempunyai dua bola bumi seharga 300 dinar. Adapun perpustakan yang paling terkenal saat itu adalah Khizanatul al Hakam ats Tsani yang mempunyai koleksi sebanyak 400.000 kitab. [13]

Disamping perpustakaan terdapat fasilitas-fasilitas pendidikan lain yang nyaman yaitu Kuttab, rumah ulama’, masjid, toko buku, Khan(asrama pelajar), Istana, rumah sakit, al Badiyah(Lembaga Pendidika bahasa Arab), Majlis Ilmu.[14]


Sumber Pembiayaan Pendidikan Negara khilafah


Sumber Pembiayaan Pendidikan dalam Islam berasal dari Departemen Keuangan Negara, yaitu Baitul Mal. Dan sumber-sumber keuangan Baitul Mal antara lain: Pertama, Harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pendapatannya serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kedua, pengelolaan negara atas kepemilikan umum seperti Sumber Daya Alam yang menjadi milik umum; barang tambang: minyak bumi, emas, perak, besi, batu bara dan lain-lain. Ketiga, Anfal, Ghanimah, Fai, Khumus Kharaj, Jizyah dan Usyur. Keempat, Infak, Shodaqoh, Wakaf, zakat dan harta yang tidak ada ahli warisnya. Kelima, Penyitaan harta para koruptor serta harta yang diperoleh oleh pegawai negara dari tindakan curang yang lain. Keenam, Pajak. Ini merupakan pemasukan Negara dan dipungut pada saat Baitul Mal kekurangan dana dan hanya diwajibkan kepada warga negara muslim yang kaya[15]. []



[1] http://snmptn2014.com/2013/08/19/seputar-bidikmisi/
[2] Ibid
[3] www. Malang Post.comThursday, 25 July 2013
[4] www.sbmpt.com
[5] Wawancara dengan yang bersangkutan, Ahad, 19 Januari 2014.
[6] Ajhiza Ad Daulah Al Khilafah, Beirut Libanon: Darul Ummah, 2005, hlm.25.
[7] Abbas, Ibn, Tanwir Miqbas Min Tafsir Ibn Abbas, Beirut – Libanon: Darul Fikr, hlm. 462
[8] M. Abdul Adhim Zarqani, Manahilil Urfan fi ulumil Qur’an,juz I , bab al Qur’an menganjurkan pemanfaatan alam
[9] Rancangan Undang-Undang Negara Khilafah pasal 178, Taqiyuddin an Nabhani, Nidzam Islam, Jakarta; Hizbut Tahrir Indonesia, edisi Muktamadah
[10] Rancangan Undang-Undang Negara Khilafah pasal 179, Taqiyuddin an Nabhani, Nidzam Islam, Hizbut Tahrir, edisi Muktamadah, hlm. 176
[11] Abdurrahman al Bagdadi, Sistem pendidikan di masa Khilafah Islam, Bangil, al Izzah, 1996, cetakan ke-1, hlm. 59
[12] Hadis shahih riwayat Bukhari, bab karahiyah attathawuli ‘alaa ar raqiiq waqauluhu abdi aw ummati, hadis no 2368; Muslim, kitab al imarah, hadis no 3408; Turmudzi kitab al jihad an Rasulillah, hadis no 1627; Abu Dawud, kitab al kharaj wa al imarah wa alfai, hadis no 2529; ahmad, kitab musnad al mukatstsirin min ash shahabah, hadis no 4266, 4920, 5603, 5635,5753.
[13] Abdurrahman al Bagdadi, Sistem pendidikan di masa Khilafah Islam, Bangil, al Izzah, 1996, cetakan ke-1, hlm. 107-108
[14] Prof Dr. Abuddin Nata, MA, Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta, UIN Jakarta Press,tahun 2006, cetakan ke-1, hlm. 188
[15] Abdul Qadim Zallum, al Amwal fi ad Daulah al Khilafah, Libanon, Beirut, Darul Ummah, 2004, edisi Muktamadah, hlm. 33-34